“Pesantren adalah Rumah Kita”
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita di hari yang cerah dan penuh keberkahan ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, suri teladan terbaik sepanjang masa.
Hari ini saya merasa sangat bersyukur bisa berkumpul bersama para wali santri, para asatidz, dan tentu saja anak-anak kita tercinta, para santri, yang insya Allah sedang bersiap menyambut liburan. Saya yakin, banyak yang sudah rindu pulang, rindu orang tua, rumah, bahkan mungkin… handphone-nya juga, ya?, he, he...
Tapi sebelum kita berpisah sementara untuk liburan ini, saya ingin menyampaikan satu hal penting, bahwa “Pesantren ini adalah rumah kita”.
Coba kita pikir sejenak. Dalam setahun, berapa lama anak-anak kita tinggal di rumah dibandingkan di pesantren?. Libur semester paling lama seminggu. Selebihnya, mereka ada di sini, di kamar, di masjid, di kelas, di dapur, di lapangan. Mereka makan, tidur, belajar, bermain, bahkan menangis dan tertawa pun di pesantren ini. Maka wajar kalau kita menyebut tempat ini sebagai rumah besar mereka.
Dan kalau ini rumah, tentu kita semua punya tanggung jawab untuk menjadikannya tempat yang nyaman, aman, dan menyenangkan. Seperti kita memperbaiki rumah sendiri supaya layak dihuni, kita pun perlu peduli terhadap pesantrenagar anak-anak kita tumbuh di tempat yang baik, bersih, sehat, dan penuh kasih sayang.
Saya sering bilang ke para santri, keberhasilan kalian nanti bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga hadiah terindah untuk orang tua. Mau jadi hafizh Qur’an, jadi dokter, jadi pemimpin, semua itu akan lebih bermakna kalau diniatkan untuk membahagiakan orang tua.
Anak-anak kita adalah cerminan kita. Kalau orang tuanya suka tahajud, insya Allah anak-anak pun akan tumbuh cinta pada ibadah. Tapi kalau di rumah, orang tua sibuk urusan dunia, jangan heran kalau anak-anak juga kehilangan arah menuju akhirat.
Kita sudah lihat banyak contoh. Ada orang tua yang dulunya petani, buruh, atau merasa "bukan siapa-siapa", tapi karena sungguh-sungguh mendidik anak dengan sabar dan doa, akhirnya anaknya jadi hafizh, jadi pengusaha, bahkan jadi anggota dewan. Artinya, bukan latar belakang yang menentukan, tapi niat, usaha, doa, dan sedekah yang tulus.
Selama ini, alhamdulillah, banyak anak muda yang ikut bantu pesantren. Mereka rutin sedekah harian di Kitabisa.com. Mulainya dari Rp1.000, Rp2.000, sampai Rp10.000 per hari. Tapi karena konsisten, sekarang mereka bisa bantu bangun kamar mandi, dapur, dan asrama di pesantren. Semua dimulai dari niat kecil yang dilakukan terus-menerus.
Karena itu, saya ingin mengajak Ayah, Bunda, para wali santri. Ayo, mari kita jaga dan rawat bersama rumah besar kita ini. Rumah tempat anak-anak kita tumbuh dan belajar. Pondok membuka kanal crowdfunding di Kitabisa.com, bisa dilihat di link berikut:
???? https://kitabisa.com/campaign/ppdaaruttarmizi
Dari kanal itu, kita bisa ikut bantu beasiswa, pembangunan fasilitas, dan pengembangan pondok. Kami berharap Ayah dan Bunda juga bisa mengajak teman, sahabat, saudara, dan kerabat untuk ikut ambil bagian.
Pesantren ini, alhamdulillah, berdiri dan berkembang lewat gotong royong. Ada yang bantu materi, ada yang bantu doa, ada pula yang menyumbang tenaga. Dan inilah indahnya ukhuwah, kita jadikan pesantren sebagai rumah bersama.
Anak-anak kita insya Allah adalah generasi perubahan. Dari mereka, kelak lahir pemimpin masa depan pemimpin yang Qur’ani, berakhlak mulia, dan penuh cinta kepada orang tuanya. Tapi semua ini tak bisa berdiri sendiri. Mereka butuh dukungan dari kita semua.
Ayah dan Bunda, mari kita doakan anak-anak kita. Kita bantu pesantrennya. Dan jadikan perjuangan mereka sebagai bagian dari amal jariyah kita. Karena saat mereka sukses dunia dan akhirat, insya Allah pahala itu akan terus mengalir, bahkan setelah kita tiada.
Mari kita rawat rumah besar ini, rumah para santri, agar dari sinilah lahir generasi terbaik untuk umat dan bangsa.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Daarut Tarmizi, 25 Juni, 2025